NU adalah ormas Islam yang didirikan oleh para ulama
Nusantara melalui istikhoroh untuk menjaga dan membentengi faham ahlussunnah
wal jama'ah dari faham-faham keagamaan di luar aswaja yang kala itu mulai
merambah dan tersebar di nusantara. Berdasarkan AD/ART, dalam aqidah NU
menganut faham Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, dalam fiqih NU mengikuti empat
madzhab, sedangkan dalam tasawuf NU mengikuti Imam Ghazali dan Syaikh Junaid al
Baghdadi. Maka kalau kita melihat NU berdasarkan rumusan AD/ART, proses pendirian
hingga para pendirinya yang merupakan para kekasih Alloh dan memiliki sanad
keilmuan hingga sampai ke Rosulullah SAW, maka insya Alloh kebenaran ajaran NU
bisa dipertanggung jawabkan sampai hari kiamat.
Adapun Nahdliyyin adalah sebutan untuk orang-orang yang
mengikuti ajaran NU. Orang Nahdliyyin yang tersebar diberbagai penjuru
nusantara memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik dalam hal pendidikan,
ekonomi, sosial dan budaya, juga berbeda-beda tingkat kesungguhan dan
ghiroh/semangat nya dalam memahami dan mengamlkan ajaran NU. Oleh karena itu
maka pemahaman dan pengamalan seorang Nahdliyyin terhadap ajaran NU itu bisa
berbeda-beda dan tentunya tidak muthlak kebenarannya bahkan bisa jadi ada yang
salah karena sifatnya hanya sebatas
ijtihadi.
Namun bukan berarti ketika kita melihat ada Nahdliyyin yang
pemahaman dan prilakunya yang mungkin
melenceng dari ajaran NU, maka lantas membuat kita menyalahkan NU serta
meninggalkannya, karena antara NU dan Nahdliyyin adalah dua hal berbeda yang
mustinya disikapi secara tepat, bijak dan proporsional. Sebab dewasa ini tidak
sedikit orang yang tidak bisa membedakan antara NU dan Nahdliyyin, bahkan
dikalangan para pemuka agama sekalipun. Mereka mengklaim sebagai orang NU namun
dengan mudah berpindah haluan dan meninggalkan NU hanya karena di NU ada orang
yang dianggapnya sudah tidak sesuai dengan ajaran NU baik secara pemahaman
maupun prilaku, padahal ini pun baru sebatas asumsi yang perlu dibuktikan,
sebab tidak jarang dizaman sekarang orang begitu mudah mengambil kesimpulan
secara dangkal dan prematur dalam menilai dan menjudge seseorang hanya
berdasarkan informasi yang belum jelas
dan tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Semestinya sikap kita dalam menilai NU dan Nahdliyyin itu
sama seperti sikap kita dalam menilai antara Islam dan Muslimin. Islam adalah
agama yang ajarannya bersumber dari Dzat
yang maha benar, sehingga kebenaran ajaran Islam bersifat final dan absolut
tanpa bisa di tawar-tawar lagi. Lain Islam lain pula muslimin, Jika kebenaran ajaran
Islam bersifat pasti, maka pemahaman dan pengamalan seorang muslim terhadap
ajaran Islam bersifat subyektif dan belum tentu benar, bahkan tidak sedikit
dari ummat Islam bahkan termasuk pemuka agamanya yang pemahaman, sikap dan
prilakunya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, misalnya suka menteror,
korup, berbuat dzalim kepada sesama, suka mengadu domba, suka mencela, gemar
memfitnah dan membuat atau menyebarkan hoax dan lain sebagainya.
Tapi apakah hanya karena ada oknum dari ummat Islam yang
entah pemahaman dan prilakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam lantas membuat
kita menyalahkan agama Islam, menganggap Islam agama yang tidak baik dan lantas
meninggalkannya ?
Sungguh betapa sempit, picik dan naif jika ada seorang
muslim yang berfikir seperti itu, dan hal tersebut menujukan bahwa orang
tersebut tidak faham tentang Islam yang sebenarnya, dan juga tidak bisa
membedakan antara Islam dan Muslim.
Begitu juga ketika ada orang yang meninggalkan dan bahkan
mencela NU hanya karena di NU ada orang-orang yang dianggapnya sudah tidak
sesuai dengan ajaran NU, maka ini menunjukan betapa sempitnya cara pandang
orang tersebut, sekaligus menunjukan betapa orang tersebut tidak yakin dengan
kebenaran ajaran NU, serta tidak faham tentang NU yang sesungguhnya walaupun ia
mengklaim diri sebagai orang NU .
Qomari Arisandi, S.Pd.I
A'wan Pengurus Ranting Istimewa NU Perum Kota Serang Baru
Bekasi
sumber : www.cahayadakwahnu.com