Arus Pemikiran Islam Nusantara

Padek.co - Diskursus pemikiran Islam nusantara sudah lama menjadi tema sentral dalam khazanah pemikiran Islam. Diskusi tersebut telah melahirkan aneka macam percikan pemikiran mulai dari definisi, konsep, ide, gagasan, pemikiran, baik dalam level epistemologis, ontologi, dan axiologinya.


Namun sebagai sebuah ide dan gagasan, Islam nusantara masih menjadi perdebabatan intelektual yang masih berlangsung sampai saat ini. Sederet pertanyaan seputar apa itu islam nusantara, apa perbedaannya dengan Islam tempat jantung kelahirannya yaitu Arab, bagaimana prinsip-prinsip Islam nusantara, dan masih lagi banyak lagi pertanyaan turunannya.


Namun Islam nusantara juga tidak terlepas dari berbagai macam kontroversi yang melingkarinya. Misalnya, Islam model ini dianggap berusaha memecah belah umat Islam Indonesia dengan membentuk paham baru. Selain itu muncul pula pandangan bahwa Islam nusantara bertujuan untuk mendiskreditkan kelompok Islam tertentu sehingga terkesan memusuhi sesama umat Islam itu sendiri. Dikarenakan mengambil sikap garis tengah dengan mengkontesktualisasikan Islam dengan dinamika perubahan dan perkembangan masyarakat.


Studi tentang Islam Indonesia secara umum telah banyak memikat peminat dan pemerhati kajian keislaman, baik ditubuh umat Islam (insider) maupun orientalisme (outsider).Hal ini lantara dimensi lokus Islam nusantara yang unik dan berbeda dari Islam Timur Tengah. Islam Indonesia dinilai sebagai Islam peripheral atau pinggiran karena jauh dari jantung asal muasal Islam itu sendiri yaitu Arab (Islam central). Sehingga kajian keislaman menjadi salah satu primadona ditengah balantika pemikiran ilmu-ilmu sosial dewasa ini.


Sesungguhnya substansi pemikiran Islam nusantara bukanlah wacana baru dalam arus pemikiran Islam. Dalam sejarah pemikiran Islam, beberapa cendekiawan muslim menggunakan terminologi yang berbeda-beda, mulai dari pribumisasi Islam, Islam progresif, Islam moderate, Islam pluralis, Islam inklusif, Islam rasional, Islam peradaban,  Islam transformatif, Islam kontekstual, dan tetek bengek lainnya.


Discourse pemikiran Islam nusantara sudah mulai banyak digalakkan oleh ormas mainstream seperti NU dan Muhammadiyah maupun perguruan tinggi Islam dalam mengembangakan Islam nusantara. Mulai dari mendirikan perguruan tinggi Islam nusantara, hingga pembukaan prodi ataupun jurusan yang membuka konsentrasi Islam nusantara. Lalu, apa itu Islam nusantara? Mengutip cendekiawan masyhur Azyumardi Azra Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia.


Islam nusantara sebagaimana kedepankan oleh Azra merupakan kontekstualiasi dari pengembangan Islam konseptual dan Islam aktual. Dengan bahasa yang lain Islam yang seharusnya (numena)dan Islam senyatanya (Islam fenomena). Ibarat satu sisi dari sekeping mata uang, antara Islam numena dengan Islam fenoma tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hubungan antara idealitas Islam dan kenyataan Islam selalu mewarnai pengalaman empiris, historis, sosiologis umat Islam.


Dalam tingkat tertentu antara idelitas Islam dan realitas Islam keduanya melahirkan hubungan positif dan harmonis. Inilah wajah ideal Islam yang sesungguhnya, yaitu rahmat lil ‘alalamin. Namun disisi lain hubungan keduanya diselimuti ketegangan, konflik, disharmoni, independensi yang tak berkesudahan yang justru merusak misi suci (sacral) dari agama itu sendiri. Seperti radikalisme, terorisme, kekerasan, otoritarianisme yang mengatasnamakan agama.


Dalam praktik keberagaman masyarakat muslim Indonesia kehadiran Islam nusantara tidak merusak atau menentang tradisi yang ada. Sebaliknya karakter Islam nusantara ini mengakomoasi adanya kearifan lokal selama tidak melanggar dari ajaran Islam. Ia justru mensinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di masyarakat. Islam nusantara disebut sebagai Islam yang khas ala Indonesia.


Islam nusantara berupaya menjadikan pengamalan dan nilai dan ajaran Islam itu kontekstual dengan perkembangan zaman. Dengan demikian Islam masih relevan untuk menjawab segala bentuk permasalahan hidup umat dalam era kontemporer. Selain sebagai bentuk strategi adaptif dalam menghadapi dinamika zaman, Islam nusantara adalah sebagai ajang pembentukan masyarakat ideal bagi umat Islam Indonesia yang dapat berkembang tanpa harus kehilangan identitasnya.


Dengan bersikap sebagai masyarakat jalan tengah, maka Islam nusantara dapat sebagai jembatan antara bahwa Islam Indonesia bukan Islam Arab melainkan bersikap adaptif terhadap perkembangan masyarakat.


Jika dirunut konsep Islam nusantara ditafsirkan dalam berbagai pengertiannya  seperti halnya, jalan tengah, adil, pilihan, paling baik. Berbagai macam pengertian diatas merujuk pada ayat Al-Quran Q.S Al-Baqarah ayat 143 berbunyi wa kadzalika ja’alnakum ummatan washatan.(dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang wasath). Berdasarkan ayat diatas maka wasatiyah diterjemahkan dalam bentuk Islam jalan tengah, atau Islam moderat. Oleh karena itu, pemikiran Islam nusantara memiliki urgensi ditengah menguatnya radikalisme, terorisme dan arabisasi yang terjadi belakangan ini. Urgensi tersebut seperti beberapa hal  dibawah ini.


Pertama dari sisi politis, Islam nusantara merupakan respons dan juga sinergisitas antara Islam nusantara yang dikeluarkan oleh Nahdatul Ulama dengan Islam berkemanjuan yang diinisiasi oleh Muhammadiyah. Dapat dikatakan bahwa Islam nusantara merupakan tampilan spesifik khas masyarakat Indonesia dengan sifat iklusif dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.


Islam nusantara dapat dikatakan sebagai respons terhadap berbagai macam konstelasi politik internasional yang sedang bekembang yang cenderung mendiskreditkan Islam. Berbagai macam tindakan dan prilaku atas dasarkeyakinian dan ideologi, baik yang dilakukan secara pribadi maupun kelompok yang mengatasnamakan agama Islam acapkali menampilkan wajah kekerasan dan terorisme  yang bertentengan dengan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya. Seperti ISIS di Irak dan Suriah, al-Qaida di Afghanistan, Boko Haram di Afrika dan lain sebagainya.


Kedua Islam nusantara adalah Islam Indonesia secara konseptual berdasarkan pada prinsip-prinsip tasamuh (moderat), tawazun (berimbang), Ta’adul (adil) dan rahmatan lil ‘alamin yang tidak hanya pada intra umat beragama saja, melainkan interumat umat beragama dalam mayarakan plural.


Ketiga Islam nusantara diterjemahkan yaitu Islam garis tengah dengan bersikap proporsinal diantara kepentingan materialisme dan spritualisme, kemanusian, keislaman dan  keindonesiaan.


Islam nusantara dengan mengedepankan prinsip moderat, toleransi, rahmatan lil ‘alamin sesuai dengan konteks keindonesiaan perlu dikembangkan sehingga melahirkan sikap garis tengah umat Islam dan menjadi pusat studi peradaban Islam Indonesia dan juga agama-agama di dunia, seraya tetap menampilkan wajah inklusif dan modernis. Karena Islam harus senantiasa bersentuhan dengan realitas sosial kehidupan masyarakat. (*)

Editor : Elsy Maisany
Sumber Berita : Zulfadli - Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas, Alumni Sekolah Pemikiran dan Kebudayaan Maarif Institue