Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan,
bertahap, dan berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam
datang secara langsung dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak
lain menyebutkan peranan kaum pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke
Nusantara pada kurun abad ke-12 atau ke-13, baik melalui Gujarat di India atau
langsung dari Timur
Tengah. Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu dan
Buddha sebagai agama mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama
kali berkembang di Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah,
yang diajarkan oleh kaum ulama, para kyai di pesantren. Model penyebaran Islam
seperti ini terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional
telah memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.
Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi
oleh ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya.
Beberapa tradisi, seperti menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh
Islam seperti Wali Songo, juga ikut ambil bagian dalam tradisi Islam seperti
ziarah kubur, tahlilan, dan memperingati maulid nabi, termasuk perayaan
sekaten, secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional Indonesia. Akan tetapi,
setelah datangnya Islam aliran Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran
Wahhabi dari Arab, golongan Islam puritan skripturalis ini menolak semua bentuk
tradisi itu dan mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bidah, direndahkan
sebagai bentuk sinkretisme yang merusak kesucian Islam. Kondisi ini telah
menimbulkan ketegangan beragama, kebersamaan yang kurang mengenakkan, dan
persaingan spiritual antara Nahdlatul Ulama yang tradisional dan Muhammadiyah
yang modernis dan puritan.
Sementara warga Indonesia secara seksama memperhatikan
kehancuran Timur Tengah yang tercabik-cabik konflik dan perang berkepanjangan;
mulai dari Konflik Israel–Palestina, Kebangkitan dunia Arab, perang di Irak dan
Suriah, disadari bahwa ada aspek keagamaan dalam konflik ini, yaitu munculnya
masalah Islam radikal. Indonesia juga menderita akibat serangan teroris yang
dilancarkan oleh kelompok jihadi seperti Jamaah Islamiyah yang menyerang Bali.
Doktrin ultra konservatif Salafi dan Wahhabi yang disponsori pemerintah Arab
Saudi selama ini telah mendominasi diskursus global mengenai Islam.
Kekhawatiran semakin diperparah dengan munculnya ISIS pada 2013 yang melakukan
tindakan kejahatan perang nan keji atas nama Islam. Di dalam negeri, beberapa
organisasi berhaluan Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front
Pembela Islam (FPI), juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara aktif
bergerak dalam dunia politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal
ini menggerogoti pengaruh institusi Islam tradisional khususnya Nahdlatul
Ulama. Elemen Islamis dalam politik Indonesia ini kerap dicurigai dapat
melemahkan Pancasila.
Akibatnya, muncullah desakan dari golongan cendekiawan
Muslim moderat yang hendak mengambil jarak dan membedakan diri mereka dari apa
yang disebut Islam Arab, dengan mendefinisikan Islam Indonesia. Dibandingkan
dengan Muslim Timur Tengah, Muslim di Indonesia menikmati perdamaian dan
keselarasan selama beberapa dekade. Dipercaya hal ini berkat pemahaman Islam di
Indonesia yang bersifat moderat, inklusif, dan toleran. Ditambah lagi telah
muncul dukungan dari dunia internasional yang mendorong Indonesia — sebagai
negara berpenduduk Muslim terbesar, agar berkontribusi dalam evolusi dan
perkembangan dunia Islam, dengan menawarkan aliran Islam Nusantara sebagai
alternatif terhadap Wahhabisme Saudi. Maka selanjutnya, Islam Nusantara
diidentifikasi, dirumuskan, dipromosikan, dan digalakkan.