Islam Nusantara adalah *khasais* (pengkhususan), bagi
kelompok masyarakat yang mukim di kepulauan Nusantara. Sebutan ini bisa diganti
Indonesia, Jawi, Rumpun Melayu atau apapun yang sepadan itu oleh bangsa lain
selama berabad-abad. Isinya tradisi, pemikiran, ijtihad, cara berdakwah,
interaksi sosial, dan sebagainya.
Jadi prinsipnya, bukan hanya milik orang Jawa, khususnya NU,
tapi milik orang Singapura, Malaysia, Pilipina, Timor Leste, dari ujung Aceh
sampai Papua. Semua rumpun bangsa yang hidup di seluruh kaukus Nusantara.
Islam Nusantara bukan sekte baru, bukan aliran berbeda,
bukan sempalan dari agama induk. Islam Nusantara adalah cara pandang
kebudayaan.
Hukum yang dipakai tetap Alquran dan Hadits. Mazhab fiqihnya
Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris
As-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Tasawufnya mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi, Imam
Al-Ghazali, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan lain-lain. Ketauhidannya (akidah)
menurut pandangan Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
Islam Nusantara meneladani prinsip hidup ulama Nusantara
yang dicontohkan Wali Sanga. Islam Nusantara adalah pelestarian kebudayaan
Nusantara yang sesuai dengan ajaran Islam.
Produk kebudayaan yang tak sesuai seperti syirik, minum
arak, judi, dan lain-lain, tentu tak termasuk. Tapi kebudayaan yang menimbulkan
kerukunan, kesatuan, kepedulian, penghormatan, seperti tahlilan, fidaan,
barzanjian, ziarah kubur, walimahan, dan lain sebagainya.
Tidak hanya perbuatan, buah pikiran seperti yang terkandung
dalam suluk Ki Ageng Selo, tembang Sunan Bonang, ajaran budi dalam pewayangan
Sunan Kalijaga. Pendek kata, semua produk kebudayaan yang sejalan dengan asas
islam rahmatan lil'alamin.
Tanpa label sekalipun, secara otomatis seluruh umat Islam
yang meneladani Wali Sanga adalah penganut Islam Nusantara. Namun kenapa
kemudian dia diberi nama? Hal itu untuk membedakan dengan sekelompok muslim
yang haus darah dan gemar berperang, terutama kaum takfiri.
Ini yang kemudian dinamakan *mumayizat* (pembeda). Islam
kita mempertahankan tradisi, bersikap rahmah terhadap pemeluk agama lain. Islam
kita bukan agama yang suka memaksa, menebar teror, menyebabkan kerusakan di
muka bumi. Hal itu telah dicontohkan oleh Wali Sanga ratusan tahun lalu. Jati
diri itu yang kita ikuti.
Wali Sanga tidak memperhangus kebudayaan lama. Nyatanya
candi-candi itu tetap dilestarikan, wayang, tari, karya sastra tetap ada. Wali
Sanga menyebarkan Islam dengan menggunakan pendekatan kebudayaan.
Mereka hanya butuh waktu 50 tahun. Padahal Islam sudah masuk
ke Nusantara ratusan tahun sebelumnya, tapi ia eksklusif, terpisah, kolot. Maka
mereka tidak berkembang. Jikapun ada peperangan, itu adalah intrik politik
antar-kerajaan. Unsur kekerasan itu bukan ajaran Islam yang dibawa para Sunan.
Sunan Kalijaga adalah sosok anti perang. Ia menolak apapun
yang berbau peperangan. Akhirnya ia yang jadi utusan untuk mendamaikan Prabu
Brawijaya V dan anaknya, Raden Patah, tatkala sebelumnya sang anak terhasut
penasehatnya.
Islam penuh damai dan mengedepankan musyawarah itulah yang
kita warisi, namanya Islam dengan khasais Nusantara.
Orang-orang yang menolak sebutan Islam Nusantara karena
mereka takut ia dijadikan sekte, sempalan, golongan baru, di luar Islamnya Ahlu
Sunah. Padahal itu tidak mungkin terjadi, karena itu hanya ciri sosial yang
melekat, bersumber dari tradisi kita.
Orang-orang menolak label terhadap Islam dengan dalih, Islam
ya Islam, sebenarnya tidak sadar kenyataan. Padahal mereka tak mau disatukan
dengan Islam versi Wahabi, Islam versi Syiah, Islam versi Ahmadiyah.
Dan faktanya, Islam Nusantara bukan sekte semacam itu.
Secara sederhana ia adalah sifat dan kebiasaan yang terkandung dalam masyarakat
muslim Nusantara. Cara pandang kebudayaan yang mengedepankan toleransi,
penghormatan, pelestarian tradisi selama ratusan tahun.
Jadi, Islam Nusantara ya yang melekat pada diri kita ini.
Siang-malam kita kerjakan, seiring embusan napas, seturut ayunan langkah kaki,
menyatu sebagai jati diri. Berkah yang kita warisi dari nenek moyang, disaring
oleh ajaran Nabi Muhamad yang dibawa ulama Nusantara. Itulah Islam Nusantara.
Sumber : facebook Kajitow Elkayeni