Mbah Mangli

-Mbah Mangli, Waliyullah dari Gunung Andong-

Bagi orang Jawa Tengah, khususnya daerah Magelang nama Kyai H. Asykari atau mbah Mangli hampir pasti langsung mengingatkan pada sosok kyai sederhana yang penuh karomah.

Beliau lahir dengan nama Muhammad Bahri di dukuh Nepen desa Krecek kecamatan Pare Kediri pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 02.00 malam.

Beliau adalah anak bungsu dari Muhammad Ishak keturunan dari Maulana Hasanudin putra Sunan Gunung Jati. Sedangkan ibunya keturunan dari Kiyai Ageng Hasan Besari yang masih keturunan dari Sunan Kalijaga.

Menurut almarhum KH Hamim Jazuli atau Gus Miek, walau Mbah Mangli memiliki banyak usaha dan termasuk orang yang kaya-raya, namun Mbah Mangli adalah wali Allah yang hatinya selalu menangis kepada Allah, menangis melihat umat dan menangis karena rindu kepada Allah.

Kyai Hasan Asy'ari/Mbah Mangli adalah mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN). Mbah Mangli adalah salah satu tokoh yg mendirikan Asrama Pendidikan Islam di Magelang yang santrinya berasal dari seluruh Indonesia.

Mbah Mangli dikaruniai karomah “melipat bumi” yakni bisa datang dan pergi ke berbagai tempat yang jauh dalam sekejap mata. Di sisi lain, beliau dikenal sebagai seorang yang memiliki kemampuan psikokinesis tinggi. Misal, dia dapat mengetahui tamu yang akan datang beserta maksud dan tujuannya.

Mbah mangli juga ikut Toriqoh Alawiyah. Beliau sering mengikuti maulid dimasjid arriyad yg dipimpin oleh HABIB ANIS BIN ALWI ALHABSYI setiap malam jumat sejak zaman HABIB ALWI BIN ALI ALHABSYI.

Adapun wiridan wajib dipondok pesantren Mbah Mangli adalah ROTIB AL HADDAD, ROTIB AL ATHOS dan ROTIB SYAKRON sampai sekarang.

Pada 1959, Mbah Mangli mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak memberikan nama resmi. Lambat laun pondok tersebut dikenal dengan nama Ponpes Mangli dan sosok Hasan Asy’ari dikenal masyarakat dengan nama Mbah Mangli karena bermukim di dusun Mangli, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

Berdasar cerita yang beredar di masyarakat, KH Hasan Asy’ari atau lebih dikenal dengan nama Mbah Mangli bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta dan bahkan Sumatera.

Ia juga tidak memerlukan pengeras suara untuk berdakwah seperti halnya kebanyakan kiai lainnya. Padahal jamaah yang menghadiri setiap pengajian Mbah Mangli mencapai puluhan ribu orang.

Mbah Mangli-lah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Compleks (MMC).

Konon Gusdur semasa hidupnya sering berziarah ke makam Mbah Mangli (wafat pada tahun 2007) yang telah berjasa menyebarkan Islam di lereng pegunungan Merapi-Merbabu-Andong-Telomoyo

Dikisahkan suatu hari Abah Guru Sekumpul, seorang Waliyullah dari Martapura Kalimantan Selatan suatu hari kedatangan seorang tamu dari Magelang Jawa Tengah. Tamu tersebut adalah Kiai Hasan Asy'ari, atau biasa dipanggil Mbah Mangli.

Kedatangan Mbah Mangli di sambut Abah Guru Sekumpul dengan hangat, dan kala itu Mbah Mangli menghendaki untuk menginap di rumah Abah Guru Sekumpul. Abah Guru Sekumpul pun menyediakan sebuah kamar buat Mbah Mangli tidur dan beristirahat.

Pada waktu malam, Abah Guru Sekumpul melewati kamar yang digunakan Mbah Mangli untuk istirahat, dan pada saat itu pintu kamar itu terbuka, Abah Guru Sekumpul melihat Mbah Mangli tidur di lantai, tidak di kasur/ranjang yang sudah disediakan.

Abah Guru Sekumpul sangat menjaga adab beliau kepada seorang kiai sepuh, maka Abah Guru Sekumpul pun juga tidur dan berbaring dilantai di depan kamar tidur yang ditempati Mbah Mangli, hal ini karena tawadhu dan menghormati tamunya.

اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي اله وصحبه وسلم