Gerakan Sufi Transnasional Penghadang Esktremisme



Teror di al-Rawda menegaskan bahwa kelompok sufi di Timur Tengah makin rentan menjadi sasaran teroris sebagaimana komunitas non-muslim. Dalam dunia Islam, gerakan sufisme sesungguhnya memiliki akar sejarah panjang sejak abad pertengahan. Aksi kekerasan dalam banyak periode sejarah tak mudah membuat gerakan spiritual ini
surut. Kebrutalan pasukan Mongol, yang pernah membuat kemegahan Baghdad menjadi abu, justru teredam di tangan para ulama sufi. Ulama-ulama tersebut berhasil mengislamkan penguasa keturunan Jengis Khan di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Persia.
Nicolaas H. Biegman, dalam Living Sufism: Rituals in the Middle East and the Balkans(2009), menulis bahwa gerakan sufisme memiliki kualitas daya tahan luar biasa, sebab fleksibel dan mudah beradaptasi. "Meski doktrin sufi beragam, mayoritas tetap toleran," tulis Biegman.
Keragaman sufisme tampak pada banyaknya kelompok tarekat. Hasil pelembagaan sufisme, yang berakar pada ajaran Islam tradisional, ini bercirikan ketaatan murid pada satu guru sufi (mursyid). Di banyak kasus, satu tarekat besar bisa membelah menjadi banyak aliran baru. "Ada ratusan tarekat masih hidup, baik di level nasional atau regional, beberapa menyebar ke berbagai belahan dunia," ungkap Biegman.
Riwayat transnasionalisasi tarekat sebenarnya fenomena yang terjadi sejak abad pertengahan. Namun, di abad ke-20, persebaran beberapa tarekat melampaui batas-batas tradisionalnya: merambah banyak negara Barat yang sebelumnya jauh dari pengaruh Islam. Fenomena ini tidak terlepas dari menguatnya  tekanan terhadap sufisme di Timur Tengah, terutama sejak keruntuhan Kesultanan Ottoman di Turki pada awal abad ke-20. 
Tiadanya otoritas politik pelindung gerakan sufisme usai Ottoman runtuh membuat sebagian tarekat terdesak. Situasi ini diperparah oleh agresivitas wahabisme, salafisme, dan pengaruh ulama reformis penghujat tarekat. Ditambah lagi berbagai peperangan yang melanda sebagian Timur Tengah sepanjang abad ke-20. 
Di tengah situasi zaman macam itu, gerakan sufisme menunjukkan daya lentingnya dengan mengalihkan dakwah ke negara-negara Barat. Salah satu contoh paling sukses ialah Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani, yang sejak era 2000-an telah menyebar setidaknya di 41 negara (5 benua). Dari Inggris hingga Amerika, Jepang, dan Taiwan, bahkan Chile serta Peru, termasuk Indonesia.