Simbolisme Agama

*SIMBOLISME AGAMA*

Oleh: Said Muniruddin

Saya tidak tertarik mengomentari soal bendera karena itu tidak lebih dari gorengan dg minyak yg sudah gosong.

Tapi Simbolisme Agama di negeri ini merasuk hingga ke sumsum mpok-mpok dan mangcek-mangcek.

*Apa itu Simbolisme Agama?*

Simbol merupakan penanda bagi pandangan, teori, keyakinan, kelompok, suku atau juga bangsa. Kadang kehadirannya bukan hanya semata menjadi penanda akan tetapi merupakan kunci misteri atau sakralitas.

Melalui simbol ini umumnya kelompok ingin menunjukkan eksistensinya. Binatang pun melakukan hal yang sama. Singa jantan akan mengelilingi wilayah kekuasaannya dg kencingnya sehingga  singa-singa jantan lain ketika mencium bau kencing tersebut akan menghindari wilayah tersebut jika tidak hendak bertarung.
Pendaki gunung ketika mencapai puncak pendakiannya akan menancapkan simbol tertentu yg umumnya berbentuk bendera sebgaai penanda keberhasilan pendakiannya di puncak tersebut.

Bermula dari suku-suku kecil penggunaan simbol bendera menjadi penanda untuk memisahkan dg suku lain dan khususnya ketika terjadi peperangan menjadi penanda antara musuh dan kawan. Bahkan simbol-simbol tersebut kemudian menjadi sesuatu yg terpatri sebagai bentuk khas bangunan, rumah dan pakaian adat.

Dalam kehidupan modern setiap negara memiliki simbol2 melalui bendera, lambang2 negara dan sebagainya.

Dunia Sains tak luput dalam penggunaan simbol-simbol untuk memudahkan satu teori atau rumus diingat. Matematika, Fisika, Kimia adalah ilmu2 sarat penggunaan simbol di dalamnya.

Agama sangat sarat dengan Simbol. Setiap Agama memiliki simbolnya masing-masing. Agama Yahudi memiliki simbol yg begitu kompleks . Mulai dari bintang Daud hingga beragam simbol rumit Kaballah. Setiap tarikan garis memiliki maknanya sendiri. Sahabat saya mengirimi sy buku khusus ttg simbol-simbol dalam Mistik Yahudi.

Pada tradisi Kristen simbol utama Trinitas digambarkan melalui Salib sekaligus menggambarkan penyaliban Yesus dan bagaimana 12 tahap yang dilewati Yesus hingga sampai pada tragedi Penyaliban digambarkan melalui simbol-simbol.

Katolik memiliki simbol-simbol yg sangat beragam, selain Salib, Air suci, Alpha-Omega, Hati Kudus, Ihs dan Chiro, Ichtys, bahkan setiap warna yg melekat pada dinding gereja merupakan simbol bagi makna tertentu.
Demikian juga pada Protestan, Kristen Armen bahkan Ortodoks memiliki kekayaan simbol yg luar biasa.

Pada Agama Islam simbol secara khusus yg menggambarkan Islam itu sendiri tidak kita temui kecuali dalam kata الله dan محمد yg biasanya terukir dan digantung di masjid-masjid.

Bendera sama sekali tidak lagi kita temui sebagai simbol yg disepakati bersama kecuali bagi kelompok-kelompok tertentu semata. Pola bendera yg belakangan digunakan oleh ISIS atau HTI misalnya hanyalah pola bendera yg merupakan simbol bagi kelompok tersebut. Ketika pola bendera ISIS yg dikibarkan sebagian besar kaum muslimin hanya mengaitkan bendera tersebut dg kelompok ISIS demikian juga bendera HTI. Bahkan bendera yg umumnya digunakan oleh kaum muslimin umumnya terkait dengan negara masing-masing. Sehingga bendera tidaklah menjadi simbol yg mewakili Islam itu sendiri.

Adapun kalimat Syahadat adalah kalimat sakral sebagai keimanan dasar keabsahan seseorang menjadi muslim dan keindahan kaligrafi terkait kalimat tersebut tidaklah menjadi simbol akan tetapi bentuk pengungkapan keindahan kaligrafi terhadap dua kalimat syahadat yg sakral tersbut. Sehingga pola tulisannya pum beragam baik dalam pola tsulusi, Furs, Kufi dan sebagainya. Sekiranya itu adalah simbol maka polanya tetap dan ringkas yg cenderung dalam format gambar tertentu.

Di dalam dunia Tasawuf kekayaan simbol begitu luar biasa. Anemarie Sychimel menulis karya khusus tentang ini.

Dalam dimensi spiritualitas merupakan hal yg sangat wajar mengingat pengungkapan dimensi ghaib hanya dimungkinkan melalui simbol, syair atau isyarat karena ungkapan formal tidak mungkin menjangkau dimensi bathin tersebut.

Dari sini kita memahami sesungguhnya simbol terbentuk untuk mengungkap hal-hal yg sulit terjangkau secara formal. Kadang ada ilmuwan menggambarkan Simbol adalah tanda yg menyingkap makna.

Jadi tujuan kehadiran simbol adalah upaya mengajak mukhattab untuk sampai pada makna. Berhenti semata hanya pada simbol adalah kesalahan fatal. Seperti seseorang yg mengnginkan perjalanan menuju Bandung tapi hanya berhenti di depan papan jalan yg bertuliskan BANDUNG.

Sakralitas simbol Agama sesungguhnya karena sakralitas makna yg coba diungkap melalui simbol tersebut. Tanpa makna tersebut simbol tak berarti apapun kecuali sebatas kayu yg dibuat dalam pola salib.

Karena nilai sakralitas makna tadi, simbol menjadi sakral seperti halnya sebuah bendera bagi satu bangsa menjadi mulia karena merupakan pengungkapan eksistensi bagi bangsa tersebut. Sebelumnya dia hanyalah kain biasa tapi setelah dibentuk dalam pola persegi empat dan berwarna merah dan putih, kedudukannya menjadi mulia. Merobeknya sama dg mengganggu kehormatan bangsa Indonesia.

Menjadi hal lumrah dalam upaya merendahkan negara tertentu simbol2 tersebut diinjak, dibakar atau dirobek2. Seperti kita akan temukan dg mudah bendera Amerika dan Israel yg dilukis di jalan-jalan di Iran untuk diinjak bahkan dalam demonstrasi Yaum al-Quds kerap terjadi pembakaran bendera Amerika dan Israel sebagai simbol kebencian dan perendahan pada kedua negara tersebut.

Celakanya kelompok2 tertentu kerap menggunakan simbol-simbol agama untuk menggambarkan eksistensi mereka sehingga ketidak sukaan atau perendahan pada simbol-simbol kelompok tersebut dapat dikesankan sebagai perendahaan dan penghinaan pada agama yg simbolnya digunakan oleh kelompok tersebut, padahal itu adalah murni simbol bagi kelompok tersebut.

Penggunaan simbol mulia untuk tindakan yg tidak mulia tentu adalah kesalahan dan penghinaan terhadap makna itu sendiri seperti halnya kubah masjid dijadikan sebagai atap toilet adalah penghinaan. Namun berhenti dalam pola keberagamaan  hanya pada simbol dan sakralitas simbol semata tanpa berusaha untu menyelami makna di balik simbol adalah kekeliruan dalam beragama atau malah tidak beragama. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah 'Simbolisme Agama'.

Sayangnya betapa banyak orang yang beragama hanya pada tingkat sakralitasisasi simbol tanpa berusaha untuk menyelami makna dan merefleksikan makna tersebut dalam proses kehidupan. Khususnya kalangan puritanisme dan skriptualisme.

Simbolisme Agama ini sesungguhnya masuk kategori "Syirk Khofie" (Syirik yg tersembunyi) karena mensakralkan bentuk dengan melepaskan makna. Efeknya, menjadi berbahaya karena membela simbol dianggap telah membela agama dan keberbedaan pemahaman terhadap simbol tertentu mengkerucut pada kecurigaan keimanan. Betapa banyak korban yg ditimbulkan akibat sikap Simbolisme Agama ini.

Padahal jika kita renungkan ayat-ayat al-Qur'an, ayat-ayat tersebut mengajak kita melintasi dari simbol menuju pemahaman makna.

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS 41: 53).

"Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS 3: 137).


Fariduddin Athar dalam 'Manthiq al-Thayr' menggambarkan kegagalan burung-burung untuk sampai pada Simurgh karena terpesona dgn beragam simbol yg ditampilkan oleh hakikat Simurgh. Demikianlah Rumi mengingatkan 'Ketahuilah bahwa hakikat Mawar bukanlah M-A-W-A-R'

Melintaslah dari Simbol menuju Makna sebagai Shirotol Mustaqim. Semoga dgn itu keberagamaan kita menjadi lebih bernilai.


Maman S