Masyarakat akhir-akhir ini banyak yang beranggapan bahwa yang memakai
sarung hanya orang yang baru saja sunat (khitan). Tradisi di masyarakat ketika
selesai sunat (khitan) biasa nya memakai sarung memudahkan pergerakan dan
longgar angin bebas keluar masuk, karna itu sarung di pakai agar cepat sembuh
dan kering bekas sunat (khitan).
Oleh karna itu sarung menjadi tradisi di pesantren ataupun kalangan umum
yang sering di gunakan untuk solat ke masjid ataupun pergi mengaji.
Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan
budaya barat yang dibawa para penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang
paling konsisten menggunakan sarung, Sikap konsisten penggunaan sarung juga
dijalankan oleh salah seorang pejuang yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang
tokoh penting di Nahdhatul Ulama (NU). Sarung sebagai simbol perlawanannya
terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di
hadapan para penjajah.
Namun akhir-akhir ini tradisi sarungan telah luntur di masyarakat, banyak
yang beranggapan bahwa sarungan identik dengan orang tua dan anak kecil yang
telah selesai di sunat (khitan). (IrgiNF)
Sumber http://irginurfadil.blogspot.com/2018/03/perkembangan-islam-nusantara.html